Jika kamu berbelanja ke toko kue kamu dapat menjumpai bahwa hampir semua kue yang dijajakan menggunakan pewarna. Ada yang berwarna hijau, kuning, merah, coklat, atau warna lain. Apa fungsi penambahan pewarna pada makanan tersebut? Bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk bahan pewarna pada makanan tersebut? Apakah penggunaan bahan pewarna pada makanan tersebut tidak berbahaya?
Makanan yang berwarna-warni merupakan daya tarik yang paling utama di kalangan anak-anak. Mereka terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau minuman yang ingin mereka beli. Kadangkala aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu.
Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan maupun dilarang) diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan.
Bila ditinjau dari asalnya, bahan pewarna pada makanan digolongkan menjadi tiga yaitu: pewarna alami, identik dengan pewarna alami, dan pewarna sintetik.
Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan alami, baik nabati, hewani, ataupun mineral. Beberapa pewarna alami yang banyak dikenal masyarakat misalnya daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati atau cabai untuk warna merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan bila dibandingkan dengan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna alami relatif terbatas, karena adanya beberapa kekurangan antara lain:
1) Sering terkesan memberikan rasa khas yang tidak diinginkan, misalnya kunyit.
2) Konsentrasi pigmen rendah, sehingga memerlukan bahan baku relatif banyak.
3) Stabilitas pigmen rendah (umumnya hanya stabil pada tingkat keasaman/pH tertentu).
4) Keseragaman warna kurang baik.
Sumber gambar: organicindonesia.org
Pewarna oranye, merah dan biru secara alami terdapat pada buah anggur, stroberi, rasberi, apel, dan bunga. Untuk memberikan warna kuning, merah, dan oranye dapat digunakan pewarna yang berasal dari tumbuhan dan hewan, seperti wortel, tomat, cabai, minyak sawit, jagung, daundaunan, dan ikan salmon. Bahan makanan yang sering menggunakan pewarna ini di antaranya margarin, keju, sup, puding, es krim, dan mi. Klorofil memberikan warna hijau yang peka terhadap cahaya dan asam. Korofil diperoleh dari daun-daunan yang digunakan oleh masyarakat luas sejak dahulu. Kurkumin merupakan zat warna alami yang terdapat dalam tanaman kunyit (Zingiberaceae). Zat warna ini dapat digunakan pada makanan atau minuman yang tidak beralkohol, misalnya nasi kuning, tahu, temulawak, dan sari buah.
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.
Pewarna Identik Alami
Pewarna identik alami adalah pigmen yang dibuat secara sintetik tetapi struktur kimianya mirip dengan pewarna alami. Contohnya, santoxantin (merah), apokaroten(merah oranye), dan beta-karoten (oranye sampai kuning). Penggunaan pewarna identik alami hanya boleh dalam konsentrasi tertentu, kecuali beta karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas.
Pewarna Sintetik
Di negara-negara maju, penggunaan pewarna sintetikuntuk makanan harus melalui pengujian yang ketat demi keselamatan konsumen. Pewarna yang telah melewati pengujian-pengujian tersebut dan yang diijinkan pemakaiannya untuk makanan dinamakan permitted colouratau certified colour. Penggunaan pewarna sintetik sudah begitu luas di masyarakat. Hingga sekarang, diperkirakan hampir 90% pewarna yang beredar dan sering digunakan adalah pewarna sintetik. Beberapa kelebihan pewarna sintetik antara lain, warnanya seragam, tajam, mengembalikan warna asli yang mungkin hilang selama proses pengolahan, melindungi zat-zat vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan, dan hanya diperlukan dalam jumlah sedikit. Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan.
Bahan perwarna pada makanan dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Perlu diperhatikan bahwa pada saat ini banyak pengusaha nakal yang menggunakan zat-zat pewarna berbahaya yaitu zat pewarna bukan untuk makanan (non food grade). Misalnya, pemakaian zat pewarna tekstil atau kulit. Selain itu, terjadi juga penggunaan bahan pewarna buatan dengan dosis tidak tepat. Hal-hal tersebutlah yang dapat membahayakan kesehatan tubuh. Bagaimana cara menghindari penggunaan zat warna buatan dalam produk makanan ?
Cara menghindari penggunaan zat warna buatan dalam produk makanan dapat dilakukan dengan mengikuti tips berikut.
1. Setiap kali membeli produk makanan, baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan dalam produk tersebut
2. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan di label itu tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin pendaftaran”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada nomor pendaftarannya yang tertulis : “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
3. Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna tekstil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar