Dipandang dari sudut kepentingan manusia,
seluruh isi alam pasti memiliki nilai positif dan
negatif. Ini mendorong manusia mencari jalan
untuk menghilangkan nilai negatif dan
mempertahankan ataupun menambah nilai
positif. Misalnya, mengubah bibit tanaman
menjadi jenis baru dengan nilai plus yang lebih
banyak. Seperti halnya sewaktu kita renovasi
rumah, bagian dalam kita perbaharui, ada tiang
dan ruang yang ditambah maupun dikurangi.
Dalam dunia biologi organisme yang dirubah ini
dikenal dengan istilah Genetically Modified
Organism (GMO). GMO ini dihasilkan dengan
menggunakan Rekayasa Genetika (Genetic
Engineering) . Selain tumbuhan, ikan, mamalia
dan serangga, mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur juga bisa dimodifikasi.
Genetically Modified Food adalah makanan yang
diproduksi dari tanaman yang telah melalui
proses rekayasa genetik. Zaman kakek nenek
kita dulu, kalau mau tanaman yang lebih baik,
mereka mengawinkan jenis ini dengan jenis itu
tetapi cara ini makan waktu yang sangat lama
hingga jenis tanaman dengan sifat yang mereka
inginkan berhasil diperoleh. Dengan sistem
rekayasa genetik, proses ini sangat cepat dan
jitu. Mereka tinggal memilih gen (bagian dari
kromosom yang membawa sifat turunan) yang
diinginkan, baik dari tumbuhan maupun dari
mahluk lain dan disuntikkan ke tanaman yang
akan ditingkatkan mutunya. Artinya, demi
mendapatkan tanaman yang memberi hasil
panen lebih memuaskan, lebih tahan terhadap
penyakit, lebih manis, lebih ini dan itu, manusia
mengutak atik gen tumbuhan tersebut.
Ada lagi, buah tanpa biji yang kita lahap dengan
rakusnya, mungkin adalah hasil partenokarpi
buatan, dimana bakal biji dihilangkan tanpa
merusak perkembangan buah, dengan
menggunakan hormon gibberellin dan auksin.
Manusia memang banyak akalnya, bukan hanya
demi panen yang lebih baik saja mereka
merubah genetik tumbuhan, tapi juga demi
keindahan. Bunga ros biru dan anyelir dengan
warna lavender juga diciptakan dengan metode
senada.
Apa Yang Diharapkan Dari Rekayasa Genetik?
1. Tanaman
Agar lebih tahan hama, herbisida dan lingkungan
yang tidak bersahabat. Selain itu juga agar hasil
panen bisa lebih tahan dan tidak cepat busuk,
meningkatkan nilai gizi dan untuk dijadikan obat-
obatan.
2. Bakteri
Bakteri hasil rekayasa genetik digunakan dalam
pembuatan insulin untuk pengobatan diabetes,
faktor pembeku untuk penderita hemofilia dan
hormon pertumbuhan (growth hormone) untuk
orang yang terganggu pertumbuhannya. Selain
itu hasil rekayasa genetik mikroorganisme lain
juga dipakai untuk makanan yang diproses
seperti pada pembuatan keju dan untuk
menjernihkan sari buah kotak.
3. Binatang menyusui
Percobaan-percobaan rekayasa genetik pada
binatang dilakukan untuk menemukan terapi
penyakit yang serius. Dengan mengubah DNA
atau memindahkan DNA pada hewan percobaan,
diharapkan untuk memperoleh protein yang bisa
menyembuhan penyakit tertentu.
Di Kanada, mereka menyuntikkan enzim phytase
ke dalam kromosom babi sehingga babi ini
mampu mencerna fosfor yang normalnya tidak
bisa dicerna dan keluar bersama kotoran
mereka. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
polusi air oleh fosfor yang berarti mengurangi
pertumbuhan alga (karena fosfor adalah
makanan utama alga). Kita tidak menginginkan
banyak alga di perairan karena mereka hanya
merebut oksigen untuk ikan saja.
Tahun 2011, ilmuwan Cina merekayasa sapi
agar bisa menghasilkan susu yang setara
mutunya dengan ASI. Mereka menyuntikkan gen
manusia yang berfungsi membentuk ASI ke
kromosom sapi. Katanya ya , selain kualitas susu
ini, sifat lain dari sapi tersebut sama dengan
sapi normal.
Tahun 2012, giliran ilmuwan New Zealand yang
berhasil membuat sapi hasil rekayasa genetik
yang susunya tidak menimbulkan alergi. Ha!
4. Serangga
Tahun 2010 ilmuwan berhasil membuat nyamuk
tahan malaria dan demam berdarah.
Pro dan Kontra Rekayasa Genetik
Pembahasan antara pro dan kontra rekayasa
genetik (kita singkat RG saja) tidak ada hentinya.
Yang terutama diperdebatkan adalah makanan
hasil RG.
Pro Rekayasa Genetik
1. Solusi pilihan dalam mengatasi masalah
pangan dunia karena harga yang lebih murah
dan jenis pangan dengan mutu yang lebih baik.
2. Menghilangkan alergen dari makanan. Tahun
2003 ilmuwan berhasil uji coba kedele jenis baru
yang hipoalergik. Mereka juga berhasil
mengurangi sifat alergi sejenis rumput yang
sering menyebabkan hayfever. Produsen
makanan hasil RG menyatakan bahwa mereka
menguji coba apakah ada alergen pada semua
produk mereka sebelum dipasarkan.
Kontra Rekayasa Genetik
1. Dampak terhadap kesehatan konsumen, baik
hewan maupun manusia.
2. Kemungkinan terciptanya alergen baru.
3. Resistensi antibiotik dan pestisida.
4. Hilangnya keseimbangan gizi asli.
5. Pengaruh terhadap ekosistem. Diantaranya
termasuk kekhawatiran para petani non RG dan
petani organik bahwa polinasi oleh serangga
yang tidak memilah milih tanaman akan
mengacak tanaman murni mereka dan
kekhawatiran akan timbulnya jenis rumput baru
yang tahan herbisida.
6. Ada yang mempertanyakan apakah makanan
hasil RG halal atau tidak.
7. Pengaruh terhadap ekonomi
Perusahaan penghasil bibit RG mematenkan
ciptaan mereka dan menentukan harganya.
Diantara semuanya, yang paling banyak menuai
kritik dan protes adalah sang mentor RG,
Monsanto, perusahaan pertanian bioteknologi
multinasional di Amerika yang notabene adalah
sebuah laboratorium handal, seperti gurita
raksasa dengan tentakelnya merambah manca
negara. Monsanto punya hak paten atas semua
bibit RG mereka dan mengharuskan para petani
pembeli untuk menandatangani surat perjanjian
bahwa mereka tidak akan menyimpan bibit hasil
panen untuk ditanam pada musim tanam
selanjutnya, bahwa mereka hanya boleh
memakai bibit yang dibeli untuk sekali panen.
Tahun 1997, Percy Schmeiser, petani canola dari
Bruno, Saskatchewan, menemukan bahwa satu
bagian dari ladang canolanya resisten terhadap
herbisida padahal dia tidak ada menanam
canola yang tahan herbisida ini. Ternyata
tanaman ini berasal dari benih yang terbang
dari ladang tetangganya. Dia panen dan
menyimpan benih canola ini dan menanamnya
kembali pada tahun 1998. Setelah tumbuh,
Monsanto mendatanginya dan memintanya
menandatangani perjanjian tetapi dia menolak.
Akhirnya dia dituntut oleh Monsanto dan dia
kalah dalam persidangan.
Sebenarnya permasalahan utama adalah apakah
makanan hasil RG harus diberi label atau tidak.
Orang ingin memperoleh informasi yang lebih
banyak tentang resiko makanan ini dan
mengklaim hak untuk memilih apakah mereka
mau mengambil resiko itu.
Pada tanggal 25 Mei 2013, ratusan ribu orang di
berbagai belahan dunia melakukan protes
terhadap Monsanto dan menuntut agar
makanan hasil RG diberi label. Organisasi-
organisasi pecinta lingkungan hidup
mengkhawatirkan kurangnya penelitian
mengenai resiko terhadap kesehatan yang
diakibatkan makanan hasil RG.
Sekarang ini negara-negara yang makanannya
diberi label diantaranya adalah : Negara-negara
Uni Eropah, Australia, Selandia Baru, Cina,
Jepang dan India. Di Taiwan makanan hasil RG
tidak diberi label tetapi makanan yang diolah
dari bahan non-GMO diberi label, misal, di
kemasan tahu ditulis : Dibuat dari kedele non-
GMO. Harganya lebih mahal sedikit tetapi
mungkin sebagian orang bersedia mengeluarkan
uang lebih bila dia percaya itu demi
kesehatannya.
Mungkin anda berpikir, apa sulitnya bagi
Monsanto untuk memberi label? Mengapa
membiarkan terjadi begitu banyak protes?
Alasan Monsanto menolak memberi label antara
lain adalah :
1. Label memberi kesan bahwa makanan
tersebut berbahaya padahal menurut mereka
tidak ada perbedaan antara makanan hasil RG
dengan makanan normal.
seluruh isi alam pasti memiliki nilai positif dan
negatif. Ini mendorong manusia mencari jalan
untuk menghilangkan nilai negatif dan
mempertahankan ataupun menambah nilai
positif. Misalnya, mengubah bibit tanaman
menjadi jenis baru dengan nilai plus yang lebih
banyak. Seperti halnya sewaktu kita renovasi
rumah, bagian dalam kita perbaharui, ada tiang
dan ruang yang ditambah maupun dikurangi.
Dalam dunia biologi organisme yang dirubah ini
dikenal dengan istilah Genetically Modified
Organism (GMO). GMO ini dihasilkan dengan
menggunakan Rekayasa Genetika (Genetic
Engineering) . Selain tumbuhan, ikan, mamalia
dan serangga, mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur juga bisa dimodifikasi.
Genetically Modified Food adalah makanan yang
diproduksi dari tanaman yang telah melalui
proses rekayasa genetik. Zaman kakek nenek
kita dulu, kalau mau tanaman yang lebih baik,
mereka mengawinkan jenis ini dengan jenis itu
tetapi cara ini makan waktu yang sangat lama
hingga jenis tanaman dengan sifat yang mereka
inginkan berhasil diperoleh. Dengan sistem
rekayasa genetik, proses ini sangat cepat dan
jitu. Mereka tinggal memilih gen (bagian dari
kromosom yang membawa sifat turunan) yang
diinginkan, baik dari tumbuhan maupun dari
mahluk lain dan disuntikkan ke tanaman yang
akan ditingkatkan mutunya. Artinya, demi
mendapatkan tanaman yang memberi hasil
panen lebih memuaskan, lebih tahan terhadap
penyakit, lebih manis, lebih ini dan itu, manusia
mengutak atik gen tumbuhan tersebut.
Ada lagi, buah tanpa biji yang kita lahap dengan
rakusnya, mungkin adalah hasil partenokarpi
buatan, dimana bakal biji dihilangkan tanpa
merusak perkembangan buah, dengan
menggunakan hormon gibberellin dan auksin.
Manusia memang banyak akalnya, bukan hanya
demi panen yang lebih baik saja mereka
merubah genetik tumbuhan, tapi juga demi
keindahan. Bunga ros biru dan anyelir dengan
warna lavender juga diciptakan dengan metode
senada.
Apa Yang Diharapkan Dari Rekayasa Genetik?
1. Tanaman
Agar lebih tahan hama, herbisida dan lingkungan
yang tidak bersahabat. Selain itu juga agar hasil
panen bisa lebih tahan dan tidak cepat busuk,
meningkatkan nilai gizi dan untuk dijadikan obat-
obatan.
2. Bakteri
Bakteri hasil rekayasa genetik digunakan dalam
pembuatan insulin untuk pengobatan diabetes,
faktor pembeku untuk penderita hemofilia dan
hormon pertumbuhan (growth hormone) untuk
orang yang terganggu pertumbuhannya. Selain
itu hasil rekayasa genetik mikroorganisme lain
juga dipakai untuk makanan yang diproses
seperti pada pembuatan keju dan untuk
menjernihkan sari buah kotak.
3. Binatang menyusui
Percobaan-percobaan rekayasa genetik pada
binatang dilakukan untuk menemukan terapi
penyakit yang serius. Dengan mengubah DNA
atau memindahkan DNA pada hewan percobaan,
diharapkan untuk memperoleh protein yang bisa
menyembuhan penyakit tertentu.
Di Kanada, mereka menyuntikkan enzim phytase
ke dalam kromosom babi sehingga babi ini
mampu mencerna fosfor yang normalnya tidak
bisa dicerna dan keluar bersama kotoran
mereka. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
polusi air oleh fosfor yang berarti mengurangi
pertumbuhan alga (karena fosfor adalah
makanan utama alga). Kita tidak menginginkan
banyak alga di perairan karena mereka hanya
merebut oksigen untuk ikan saja.
Tahun 2011, ilmuwan Cina merekayasa sapi
agar bisa menghasilkan susu yang setara
mutunya dengan ASI. Mereka menyuntikkan gen
manusia yang berfungsi membentuk ASI ke
kromosom sapi. Katanya ya , selain kualitas susu
ini, sifat lain dari sapi tersebut sama dengan
sapi normal.
Tahun 2012, giliran ilmuwan New Zealand yang
berhasil membuat sapi hasil rekayasa genetik
yang susunya tidak menimbulkan alergi. Ha!
4. Serangga
Tahun 2010 ilmuwan berhasil membuat nyamuk
tahan malaria dan demam berdarah.
Pro dan Kontra Rekayasa Genetik
Pembahasan antara pro dan kontra rekayasa
genetik (kita singkat RG saja) tidak ada hentinya.
Yang terutama diperdebatkan adalah makanan
hasil RG.
Pro Rekayasa Genetik
1. Solusi pilihan dalam mengatasi masalah
pangan dunia karena harga yang lebih murah
dan jenis pangan dengan mutu yang lebih baik.
2. Menghilangkan alergen dari makanan. Tahun
2003 ilmuwan berhasil uji coba kedele jenis baru
yang hipoalergik. Mereka juga berhasil
mengurangi sifat alergi sejenis rumput yang
sering menyebabkan hayfever. Produsen
makanan hasil RG menyatakan bahwa mereka
menguji coba apakah ada alergen pada semua
produk mereka sebelum dipasarkan.
Kontra Rekayasa Genetik
1. Dampak terhadap kesehatan konsumen, baik
hewan maupun manusia.
2. Kemungkinan terciptanya alergen baru.
3. Resistensi antibiotik dan pestisida.
4. Hilangnya keseimbangan gizi asli.
5. Pengaruh terhadap ekosistem. Diantaranya
termasuk kekhawatiran para petani non RG dan
petani organik bahwa polinasi oleh serangga
yang tidak memilah milih tanaman akan
mengacak tanaman murni mereka dan
kekhawatiran akan timbulnya jenis rumput baru
yang tahan herbisida.
6. Ada yang mempertanyakan apakah makanan
hasil RG halal atau tidak.
7. Pengaruh terhadap ekonomi
Perusahaan penghasil bibit RG mematenkan
ciptaan mereka dan menentukan harganya.
Diantara semuanya, yang paling banyak menuai
kritik dan protes adalah sang mentor RG,
Monsanto, perusahaan pertanian bioteknologi
multinasional di Amerika yang notabene adalah
sebuah laboratorium handal, seperti gurita
raksasa dengan tentakelnya merambah manca
negara. Monsanto punya hak paten atas semua
bibit RG mereka dan mengharuskan para petani
pembeli untuk menandatangani surat perjanjian
bahwa mereka tidak akan menyimpan bibit hasil
panen untuk ditanam pada musim tanam
selanjutnya, bahwa mereka hanya boleh
memakai bibit yang dibeli untuk sekali panen.
Tahun 1997, Percy Schmeiser, petani canola dari
Bruno, Saskatchewan, menemukan bahwa satu
bagian dari ladang canolanya resisten terhadap
herbisida padahal dia tidak ada menanam
canola yang tahan herbisida ini. Ternyata
tanaman ini berasal dari benih yang terbang
dari ladang tetangganya. Dia panen dan
menyimpan benih canola ini dan menanamnya
kembali pada tahun 1998. Setelah tumbuh,
Monsanto mendatanginya dan memintanya
menandatangani perjanjian tetapi dia menolak.
Akhirnya dia dituntut oleh Monsanto dan dia
kalah dalam persidangan.
Sebenarnya permasalahan utama adalah apakah
makanan hasil RG harus diberi label atau tidak.
Orang ingin memperoleh informasi yang lebih
banyak tentang resiko makanan ini dan
mengklaim hak untuk memilih apakah mereka
mau mengambil resiko itu.
Pada tanggal 25 Mei 2013, ratusan ribu orang di
berbagai belahan dunia melakukan protes
terhadap Monsanto dan menuntut agar
makanan hasil RG diberi label. Organisasi-
organisasi pecinta lingkungan hidup
mengkhawatirkan kurangnya penelitian
mengenai resiko terhadap kesehatan yang
diakibatkan makanan hasil RG.
Sekarang ini negara-negara yang makanannya
diberi label diantaranya adalah : Negara-negara
Uni Eropah, Australia, Selandia Baru, Cina,
Jepang dan India. Di Taiwan makanan hasil RG
tidak diberi label tetapi makanan yang diolah
dari bahan non-GMO diberi label, misal, di
kemasan tahu ditulis : Dibuat dari kedele non-
GMO. Harganya lebih mahal sedikit tetapi
mungkin sebagian orang bersedia mengeluarkan
uang lebih bila dia percaya itu demi
kesehatannya.
Mungkin anda berpikir, apa sulitnya bagi
Monsanto untuk memberi label? Mengapa
membiarkan terjadi begitu banyak protes?
Alasan Monsanto menolak memberi label antara
lain adalah :
1. Label memberi kesan bahwa makanan
tersebut berbahaya padahal menurut mereka
tidak ada perbedaan antara makanan hasil RG
dengan makanan normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar