makalah difteri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri merupakan
salah satu penyakit yang
sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi
bakteri corynebacterium
diphtheria yaitu kuman
yang menginfeksi saluran
pernafasan, terutama
bagian tonsil, Nasofaring
(bagian antara hidung dan
faring atau tenggorokan)
dan laring. Penularan
difteri dapat melalui
hubungan dekat, udara
yang tercemar oleh carier
atau penderita yang akan
sembuh, juga melalui batuk
dan bersin penderita.
Penderita difteri
umumnya anak-anak, usia
dibawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat
fatal, yaitu sampai
menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama
dari abad ke-20, difteri
merupakan penyebab
umum dari kematian bayi
dan anak-anak muda.
Penyakit ini juga dijmpai
pada daerah padat
penduduk dingkat sanitasi
rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan diri
sangatlah penting, karena
berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Lingkungan
buruk merupakan sumber
dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan
vaksin DPT (Dyptheria,
Pertusis, Tetanus), penyakit
difteri jarang dijumpai.
Vaksi imunisasi difteri
diberikan pada anak-anak
untuk meningkatkan system
kekebalan tubuh agar tidak
terserang penyakit
tersebut. Anak-anak yang
tidak mendapatkan vaksi
difteri akan lebih rentan
terhadap penyakit yang
menyerang saluran
pernafasan ini.
1.2 TUJUAN UMUM
Untuk memenuhi tugas
untuk mata kuliah
keperawatan anak
1.3 TUJUAN KHUSUS
· Untuk mengetahui
pengertian difteria
· Untuk megetahui etiologi
difteria
· Untuk mengetahui tanda
dan gejala difteria
· Untuk mengetahui
pengobatan dan pencegahan
penyakit difteria
· Untuk mengetahui askep
untuk penyakit difteria
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Difteria adalah suatu
penyakit infeksi mendadak
yang di sebabkan oleh
kuman corynebacterium
diphtheria.mudah menular
dan yang di serang
terutama traktus
respiratorius bagian atas
dengan tanda khas
terbentuknya
pseudomembran dan di
lepaskannya eksotoksin
yang dapat menimbulkan
gejala umum dan lokal.
2. Etiologi
Di sebabkan oleh
corynebacterium
diphtheria,bakteri gram
positif yang bersifat
polimorf,tidak bergerak dan
tidak membentuk
spora.pewarnaan sediaan
langsung dapat di lakukan
dengan biru metilen atau
biru toluidin.basil ini dapat
di temukan dengan
langsung dari lesi.
3. Sifat-sifat kuman
Polimorf,gram
positif,tidak bergerak dan
tidak membentuk
spora,mati pada
pemanasan 60 c selama 10
menit,tahan sampai
beberapa minggu dalam
es,air,susu dan lender yang
telah mongering.terdapat
3jenis basil yaitu bentuk
gravis,mitis dan
intermedius atas dasar
perbedaan bentuk
kolonindalam biakan agar
darah yang mengandung
kalium telurit.
Basil dapat membentuk
1. pseudomembran yang
sukar diangkat,mudah
berdarah dan berwarna putih
keabu-abuan yang meliputi
daerah yang terkena terdiri
dari fibrin,leukosit,jaringan
nekrotik dan basil.
2. eksotoksin yang sangat
ganas dan dapat meracuni
jaringan setelah beberapa jam
di absorbs dan memberikan
gambaran perubahan jaringan
yang khas terutama pada otot
jantung,ginjal dan jaringan
saraf.satu perlima puluh ml
toksin dapat membunuh
marmut dan lebih kurang 1/50
dosisi ini di pakai untuk uji
schick.
-Schick tes
Tes kulit ini digunakan
untuk menetukan status
imunitas penderita.tes ini
tidak berguna untuk
diagnosis dini karena baru
dapat dibaca beberapa hari
kemudian.
Caranya:0,1 ml (1/50
MLD)cairan toksin difteri di
suntikkan intradermal.bila
dalam tubuh penderita
tidak ada antitoksin,terjadi
pembengkakan,eritema dan
sakit yang terjadi 3-5 hari
setelah suntikan.bila pada
tubuh penderita terdapat
antitoksin maka toksin akan
dinetralisir sehingga tidak
terjadi reaksi kulit.
4. patogenesis
basil hidup dan
berkembang pada traktus
respitarius bagian atas
terlebih-lebih bila terdapat
peradangan kronis pada
tonsil,sinus dan lain-
lain.tetapi walaupun jarang
basil dapat pula hidup pada
daerah vulva,telinga dan
kulit.pada tempat ini basil
membentuk
pseudomembran dan
melepaskan
eksotoksin.pseudomembran
dapat timbul local atau
kemudian menyebar dari
faring atau tonsil ke laring
dan seluruh traktus
respiratorius bagian atas
sehingga menimbulkan
gejala yang lebih
berat .kelenjar getah bening
sekitarnya akan mengalami
hyperplasia dan
mengandung
toksin.eksotoksin dapat
mengenai jantung dan
menyebabkan miokarditis
toksik atau mengenai
jaringan saraf perifer
sehingga timbul paralisis
terutama pada otot-otot
pernafasan.toksin juga
menimbulkan nekrosis fokal
pada hati dan
ginjal,malahan dapat
timbul nefritis interstitialis
(jarang sekali).kematian
terutama di sebabkan oleh
sumbatan membrane pada
laring dan trakea,gagal
jantung,gagal
pernafasanatau akibat
komplikasi yang sering
yaitu bronkopneumonia.
5. Epidemiologi
Penularan umumnya
melalui udara,berupa
infeksi droplet selain itu
dapat pula melalui benda
atau makanan yang
terkontaminasi.
Klasifikasi
Biasanya pembagian di
buat menurut tempat atau
lokalisasi jaringan yang
terkena infeksi.pembagian
berdasarkan berat
ringannya penyakit jug di
ajukan oleh beach dkk.
(1950) sebagai berikut:
1. infeksi
ringan
Pseudomembran terbatas
pada mukosa hidung atau
fausial dengan gejala hanya
nyeri menelan.
2. infeksi
sedang
Pseudomembran
menyebar lebih luas sampai ke
dinding posterior faring
dengan edema ringan laring
yang dapat diatasi dengan
pegobatan konservatif.
3. infeksi berat
Di sertai gejala sumbatan
jalan nafas yang berat,yang
hanya dapat diatasi dengan
trakeastomi.juga gejala
komplikasi
miokarditis,paralisis ataupun
nefritis dapat menyertainya.
6. Gejala klinis
Masa tunas 2-7
hari.selanjutnya gejala
klinis dapat di bagi dalam
gejala umum dan gejala
lokal serta gejala akibat
eksotoksin pada jaringan
yang terkena gejala umum
yang timbul berupa demam
tidak terlalu
tinggi,lesu,pucat,nyeri
kepala dan anoreksia
sehingga tampak penderita
sangat lemah sekali.gejala
ini biasanya disertai dengan
gejala khas untuk setiap
bagian yang terkena seperti
pilek atau nyeri menelan
atau sesak nafas dengan
serak dan stridor,sedangkan
gejala akibat eksotoksin
bergantung kepada jaringan
yang terkena seperti
miokarditis,paralisis
jaringan saraf atau nefritis.
1) Difteri hidung
Gejalanya paling ringan
dan jarang terdapat (hanya
2%).mula-mula hanya tampak
pilek,tetapi kemudian sekeret
yang kluar tercampur darah
sedikit yang berasal dari
pseudomembran.penyebaran
pseudomembran dapat pula
mencapai faring dan
laring.penderita diobati
seperti penderita difteri
lainnya.
2) Difteri faring dan tonsil
(difteri
fausial)
Paling sering di jumpai
(75%).terdapat radang akut
tenggorokan,demam sampai
38,5 cc,takikardi,tampak
lemah,napas berbau,timbul
pembengkakan kelenjar
regional (bull neck).membran
dapat berwarna putih,abu-abu
kotor,atau abu kehijauan
dengan tepi yang sedikit
terangkat.bila membran
diangkat akan timbul
pendarahan.tetapi prosedur
ini dikontradikasikan memper
cepatpenyerapan toksin.
3) Difteri laring dan
trakea
Lebih sering sebagai
jalaran difteri faring dan tonsil
(3 kali lebih banyak )dari pada
primer mengenai laring.gejala
gangguan jalan nafas berupa
suara serak dan stiridor
inspirasi jelas dan bila lebih
berat dapat timbul sesak nafas
berat,sianosis,demam sampai
40 cc dan tampak retraksi
suprasternal serta
epigastrium.pembesaran
kelenjar regional akan
menyebabkan bull neck.pada
pemeriksaan laring tampak
kemerahan,sebab,banyak
sekeret dan permukaan
ditutupi oleh
pseudomembran.bila anak
terlihat sesak dan payah sekali
maka harus segera ditolong
dengan tindakan trakeostomi
sebagai pertolongan pertama.
4) Difteri kutaneus
Merupakan keadaan yang
sangat jarang sekali
terdapatan eng tie (1965)
mendapatkan 30% infeksi
kulit yang diperiksanya
mengandung kuman
difteri.dapat pula timbul di
daerah konjungtiva,vagina
dan umbilikus.
7. Diagnosis
Diagnosis dini difteri
sangat penting karena
keterlambatan pemberian
antitoksin sangat
mempengaruhi prognosa
penderita.
Diagnosis harus segera
ditegakkan berdasarkan
gejala-gejala klinik tanpa
menunggu hasil
mikrobiologi.karena
preparat smear kurang
dapat di percaya,sedangkan
untuk biakan
membutuhkan waktu
beberapa hari.
adanya membran di
tenggorok tidak terlalu
spesifik untuk difteri,karena
beberapa penyakit lain juga
dapat ditemui adanya
membran.tetapi membran
pada difteri agak berbeda
dengan membran penyakit
lain,warna membran pada
difteri lebih gelap dan lebih
keabu-abuan disertai
dengan lebih banyak fibrin
dan melekat dengan
mukosa dibawahnya.bila
diangkat terjadi
pendarahan.biasanya
dimulai dari tonsil dan
menyebar ke uvula.
8. Diagnosa banding
Pada difteri nasal
perdarahan yang timbul
Harus dibedakan dengan
perdarahan akibat luka
dalam hidung,korpus
alienium atau sifilis
kongenital.
a. Tonsilitis folikularis
atau lakunaris
terutama bila
membran masih
berupa bintik-bintik
putih.anak harus
dianggap sebagai
penderita difteri bila
panas tidak terlalu
tinggi tetapi anak
tampak lemah dan
terdapat membran
putih kelabu dan
mudah berdarah bila
diangkat.tonsilitis
lakunaris biasanya
disertai panas yang
tinggi sedangkan anak
tampak tidak
terlampau
lemah,faring dan tonsil
tampak hiperimis
dengan membran
putih
kekuningan,rapuh dan
lembek,tidak mudah
berdarah dan hanya
terdapat pada tonsil
saja.
b. Angina plaut vincent
penyakit ini juga
membentuk membran
yang
rapuh,tebal,berbau
dan tidak mudah
berdarah.sediaan
langsung akan
menunjukkan kuman
fisiformis (gram
positif) dan spirila
(gram negatif).
c. Infeksi tenggorok
oleh mononukleosus
infeksiosa
terdapat kelainan
ulkus membranosa
yang btidak mudah
berdarah dan disertai
pembengkakan
kelenjar umum.khas
pada penyakit ini
terdapat peningkatan
monosit dalam darah
tepi.
d. Blood dyscrasia
(misal agranulositosis
dan
leukemia)
mungkin pula
ditemukan ulkus
membranusa pada
faring dan
tonsil.difteri laring
harus dibedakan
dengan laringitis
akuta,laringotrakeitis,
laringitis membranosa
(dengan membran
rapuh yang tidak
berdarah)atau benda
asing pada laring,yang
semuanyaakan
memberikan gejala
stridor inspirasi dan
sesak.
9 . Pengobatan
a. Pengobatan umum
terdiri dari perawatan
yang baik,mutlak ditempat
tidur,isolasi penderita dari
pengawasan yang ketat atas
kemungkinan timbulnya
komplikasi antara lain
pemeriksaan EKG setiap
minggu.
b. Pengobatan spesifik
1. Anti
diphtheria
serum(ADS)
diberikan
sebanyak
20.000 U/hari
selama 2 hari
berturut-turut
dengan
sebelumnya
dilakukan uji
kulit dan
mata.bila
ternyata
penderita peka
terhadap serum
tersebut,maka
harus dilakukan
desensitisasi
dengan cara
besredka.
2. Antibiotika.di
bagian ilmu
kesehatan anak
FKUI-RSCM
jakarta
diberikan
penisilin
prokain 50.000
U/kgbb/hari
sampai 3 hari
bebas
panas.pada
pederita yang
dilkukan
trakeaostomi,
ditambahkan
kloram fenikol
75 mg/kgbb/
hari,dibagi 4
dosis.
3. Kortikostiroid.
obat ini di
maksudkan
untuk mencegah
timbulnya
komplikasi
miokarditis
yang sangat
berbahaya.
dapat
diberikanpredni
son 2 mg/kgbb/
hari,selama 3
minggu yang
kemudian
dihentikan
secara
bertahap.
10. Komplikasi
1.Saluran
pernafasan
obstruksi
jalan nafas
dengan segala
akibatnya,bronk
opneumonia
atelektasis.
2.
Kardiovaskuler
miokarditis
akibat toksin
yang dibentuk
kuman penyakit
ini
3. Urogenital
dapat
terjadi nefritis
4. Susunan
saraf
kira-kira
10% penderita
difteri akan
mengalami
komplikasi yang
mengenai sistem
susunan saraf
terutama sistem
motorik.
11. Pencegahan
1. Isolasi
penderita penderita difteri
harus diisolasi dan baru dapat
dipulangkan setelah
pemeriksaan sediaan langsung
menunjukkan tidak terdapat
corynebacterium diphtheria 2
kali berturut-turut.
2. Imunisasi
imunisasi dasar di mulai
pada umur 3 bulan di lakukan
3 kali berturut-turut dengan
selang waktu 1 bulan.biasanya
di berikan bersama-sama
toksoid tetanus dan basil
B.pertusis yang telah di
matikan sehingga di sebut
tripel vaksin DTP dan
diberikan dengan dosis 0,5 ml
subcutan atau
intramuskular .vaksinasi ulang
dilakukan 1 tahun sesudah
suntikan terakhir dari
imunisasi dasar atau kira-kira
umur 1 ½ -2 tahun dan pada
umur 5 tahun.selanjutnya
setiap 5 tahun sampai dengan
usia 15 tahun hanya di
berikan vaksin difteri dan
tetanus (vaksin DT) atau
apabila ada kontak dengan
penderita difteri.
3. Pencarian dan kemudian
mengobati karier difteri .
dilkukan dengan uji
schick,yaitu bila hasil negatif
(mungkin penderita karier
atau pernah mendapat
imunisasi)mka harus
dilakukan hapusan
tenggorok.jika ternyata
ditemukan corynebacterium
diphtheria,penderita harus
diobati dan bila perlu
dilakukan tonsilektomi.
12. Prognosis
Nelson berpendapat
kematian penderita difteri
sebesar 3-5% dan sangat
bergantung pada:
1. Umur penderita,karena
makin muda umur anak
prognosis makin buruk.
2. Perjalanan
penyakit,karena makin lanjut
makin buruk proknosisnya.
3. Letak lesi difteri
4. Keadaan umum
penderita,misalnya
prognosisnya kurang baik
pada penderita gizi kurang
5. Pengobatan.makin
lambat pemberian
antitoksin,prognoasis akan
makin buruk.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Difteria adalah
suatu penyakit infeksi
mendadak yang
disebabkan oleh kuman
corynebacterium
diphtheria.mudah
menular dan yang serang
terutama traktus
respiratorius bagian atas
dengan tanda khas
terbentuknya
pseudomembran dan
dilepaskannyaeksotoksin
yang dapat
menimbulkan gejala
umum dan lokal.
Tanda dan gejalanya
adalah demam yang
tidak terlalau tinggi,
lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia, lemah,nyeri
telan,sesak napas,serak
hingga adanya stridor.
Saran:
untuk pembuatan
makalah ini saya
menyadari masih banyak
kekurangan saya
berharap bagi
pembacanya untuk
mengkritik guna untuk
menyempurnakan
makalah ini.terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
FKUI.1985. Ilmu
kesehatan
anak.Jakarta ; Bagian
Ilmu kesehatan anak
FKUI.
Dr.TH.rampengan,
DSAK dan
Dr,I.R.laurentz,DSA.
1993. penyakit infeksi
tropik pada
anak. jakarta:EGC.
A.aziz alimut
hidayat.2008.
pengantar ilmu
keperawatan
anak .jakarta:
salemba medika.
Doenges,marilynn
E dkk.1999. Rencana
asuhan
keperawatan .Jakarta;
EGC
Berham
dkk.2000. Ilmu
kesehatan anak
nelson
volume:2 .Jakarta;
EGC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri merupakan
salah satu penyakit yang
sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi
bakteri corynebacterium
diphtheria yaitu kuman
yang menginfeksi saluran
pernafasan, terutama
bagian tonsil, Nasofaring
(bagian antara hidung dan
faring atau tenggorokan)
dan laring. Penularan
difteri dapat melalui
hubungan dekat, udara
yang tercemar oleh carier
atau penderita yang akan
sembuh, juga melalui batuk
dan bersin penderita.
Penderita difteri
umumnya anak-anak, usia
dibawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat
fatal, yaitu sampai
menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama
dari abad ke-20, difteri
merupakan penyebab
umum dari kematian bayi
dan anak-anak muda.
Penyakit ini juga dijmpai
pada daerah padat
penduduk dingkat sanitasi
rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan diri
sangatlah penting, karena
berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Lingkungan
buruk merupakan sumber
dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan
vaksin DPT (Dyptheria,
Pertusis, Tetanus), penyakit
difteri jarang dijumpai.
Vaksi imunisasi difteri
diberikan pada anak-anak
untuk meningkatkan system
kekebalan tubuh agar tidak
terserang penyakit
tersebut. Anak-anak yang
tidak mendapatkan vaksi
difteri akan lebih rentan
terhadap penyakit yang
menyerang saluran
pernafasan ini.
1.2 TUJUAN UMUM
Untuk memenuhi tugas
untuk mata kuliah
keperawatan anak
1.3 TUJUAN KHUSUS
· Untuk mengetahui
pengertian difteria
· Untuk megetahui etiologi
difteria
· Untuk mengetahui tanda
dan gejala difteria
· Untuk mengetahui
pengobatan dan pencegahan
penyakit difteria
· Untuk mengetahui askep
untuk penyakit difteria
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Difteria adalah suatu
penyakit infeksi mendadak
yang di sebabkan oleh
kuman corynebacterium
diphtheria.mudah menular
dan yang di serang
terutama traktus
respiratorius bagian atas
dengan tanda khas
terbentuknya
pseudomembran dan di
lepaskannya eksotoksin
yang dapat menimbulkan
gejala umum dan lokal.
2. Etiologi
Di sebabkan oleh
corynebacterium
diphtheria,bakteri gram
positif yang bersifat
polimorf,tidak bergerak dan
tidak membentuk
spora.pewarnaan sediaan
langsung dapat di lakukan
dengan biru metilen atau
biru toluidin.basil ini dapat
di temukan dengan
langsung dari lesi.
3. Sifat-sifat kuman
Polimorf,gram
positif,tidak bergerak dan
tidak membentuk
spora,mati pada
pemanasan 60 c selama 10
menit,tahan sampai
beberapa minggu dalam
es,air,susu dan lender yang
telah mongering.terdapat
3jenis basil yaitu bentuk
gravis,mitis dan
intermedius atas dasar
perbedaan bentuk
kolonindalam biakan agar
darah yang mengandung
kalium telurit.
Basil dapat membentuk
1. pseudomembran yang
sukar diangkat,mudah
berdarah dan berwarna putih
keabu-abuan yang meliputi
daerah yang terkena terdiri
dari fibrin,leukosit,jaringan
nekrotik dan basil.
2. eksotoksin yang sangat
ganas dan dapat meracuni
jaringan setelah beberapa jam
di absorbs dan memberikan
gambaran perubahan jaringan
yang khas terutama pada otot
jantung,ginjal dan jaringan
saraf.satu perlima puluh ml
toksin dapat membunuh
marmut dan lebih kurang 1/50
dosisi ini di pakai untuk uji
schick.
-Schick tes
Tes kulit ini digunakan
untuk menetukan status
imunitas penderita.tes ini
tidak berguna untuk
diagnosis dini karena baru
dapat dibaca beberapa hari
kemudian.
Caranya:0,1 ml (1/50
MLD)cairan toksin difteri di
suntikkan intradermal.bila
dalam tubuh penderita
tidak ada antitoksin,terjadi
pembengkakan,eritema dan
sakit yang terjadi 3-5 hari
setelah suntikan.bila pada
tubuh penderita terdapat
antitoksin maka toksin akan
dinetralisir sehingga tidak
terjadi reaksi kulit.
4. patogenesis
basil hidup dan
berkembang pada traktus
respitarius bagian atas
terlebih-lebih bila terdapat
peradangan kronis pada
tonsil,sinus dan lain-
lain.tetapi walaupun jarang
basil dapat pula hidup pada
daerah vulva,telinga dan
kulit.pada tempat ini basil
membentuk
pseudomembran dan
melepaskan
eksotoksin.pseudomembran
dapat timbul local atau
kemudian menyebar dari
faring atau tonsil ke laring
dan seluruh traktus
respiratorius bagian atas
sehingga menimbulkan
gejala yang lebih
berat .kelenjar getah bening
sekitarnya akan mengalami
hyperplasia dan
mengandung
toksin.eksotoksin dapat
mengenai jantung dan
menyebabkan miokarditis
toksik atau mengenai
jaringan saraf perifer
sehingga timbul paralisis
terutama pada otot-otot
pernafasan.toksin juga
menimbulkan nekrosis fokal
pada hati dan
ginjal,malahan dapat
timbul nefritis interstitialis
(jarang sekali).kematian
terutama di sebabkan oleh
sumbatan membrane pada
laring dan trakea,gagal
jantung,gagal
pernafasanatau akibat
komplikasi yang sering
yaitu bronkopneumonia.
5. Epidemiologi
Penularan umumnya
melalui udara,berupa
infeksi droplet selain itu
dapat pula melalui benda
atau makanan yang
terkontaminasi.
Klasifikasi
Biasanya pembagian di
buat menurut tempat atau
lokalisasi jaringan yang
terkena infeksi.pembagian
berdasarkan berat
ringannya penyakit jug di
ajukan oleh beach dkk.
(1950) sebagai berikut:
1. infeksi
ringan
Pseudomembran terbatas
pada mukosa hidung atau
fausial dengan gejala hanya
nyeri menelan.
2. infeksi
sedang
Pseudomembran
menyebar lebih luas sampai ke
dinding posterior faring
dengan edema ringan laring
yang dapat diatasi dengan
pegobatan konservatif.
3. infeksi berat
Di sertai gejala sumbatan
jalan nafas yang berat,yang
hanya dapat diatasi dengan
trakeastomi.juga gejala
komplikasi
miokarditis,paralisis ataupun
nefritis dapat menyertainya.
6. Gejala klinis
Masa tunas 2-7
hari.selanjutnya gejala
klinis dapat di bagi dalam
gejala umum dan gejala
lokal serta gejala akibat
eksotoksin pada jaringan
yang terkena gejala umum
yang timbul berupa demam
tidak terlalu
tinggi,lesu,pucat,nyeri
kepala dan anoreksia
sehingga tampak penderita
sangat lemah sekali.gejala
ini biasanya disertai dengan
gejala khas untuk setiap
bagian yang terkena seperti
pilek atau nyeri menelan
atau sesak nafas dengan
serak dan stridor,sedangkan
gejala akibat eksotoksin
bergantung kepada jaringan
yang terkena seperti
miokarditis,paralisis
jaringan saraf atau nefritis.
1) Difteri hidung
Gejalanya paling ringan
dan jarang terdapat (hanya
2%).mula-mula hanya tampak
pilek,tetapi kemudian sekeret
yang kluar tercampur darah
sedikit yang berasal dari
pseudomembran.penyebaran
pseudomembran dapat pula
mencapai faring dan
laring.penderita diobati
seperti penderita difteri
lainnya.
2) Difteri faring dan tonsil
(difteri
fausial)
Paling sering di jumpai
(75%).terdapat radang akut
tenggorokan,demam sampai
38,5 cc,takikardi,tampak
lemah,napas berbau,timbul
pembengkakan kelenjar
regional (bull neck).membran
dapat berwarna putih,abu-abu
kotor,atau abu kehijauan
dengan tepi yang sedikit
terangkat.bila membran
diangkat akan timbul
pendarahan.tetapi prosedur
ini dikontradikasikan memper
cepatpenyerapan toksin.
3) Difteri laring dan
trakea
Lebih sering sebagai
jalaran difteri faring dan tonsil
(3 kali lebih banyak )dari pada
primer mengenai laring.gejala
gangguan jalan nafas berupa
suara serak dan stiridor
inspirasi jelas dan bila lebih
berat dapat timbul sesak nafas
berat,sianosis,demam sampai
40 cc dan tampak retraksi
suprasternal serta
epigastrium.pembesaran
kelenjar regional akan
menyebabkan bull neck.pada
pemeriksaan laring tampak
kemerahan,sebab,banyak
sekeret dan permukaan
ditutupi oleh
pseudomembran.bila anak
terlihat sesak dan payah sekali
maka harus segera ditolong
dengan tindakan trakeostomi
sebagai pertolongan pertama.
4) Difteri kutaneus
Merupakan keadaan yang
sangat jarang sekali
terdapatan eng tie (1965)
mendapatkan 30% infeksi
kulit yang diperiksanya
mengandung kuman
difteri.dapat pula timbul di
daerah konjungtiva,vagina
dan umbilikus.
7. Diagnosis
Diagnosis dini difteri
sangat penting karena
keterlambatan pemberian
antitoksin sangat
mempengaruhi prognosa
penderita.
Diagnosis harus segera
ditegakkan berdasarkan
gejala-gejala klinik tanpa
menunggu hasil
mikrobiologi.karena
preparat smear kurang
dapat di percaya,sedangkan
untuk biakan
membutuhkan waktu
beberapa hari.
adanya membran di
tenggorok tidak terlalu
spesifik untuk difteri,karena
beberapa penyakit lain juga
dapat ditemui adanya
membran.tetapi membran
pada difteri agak berbeda
dengan membran penyakit
lain,warna membran pada
difteri lebih gelap dan lebih
keabu-abuan disertai
dengan lebih banyak fibrin
dan melekat dengan
mukosa dibawahnya.bila
diangkat terjadi
pendarahan.biasanya
dimulai dari tonsil dan
menyebar ke uvula.
8. Diagnosa banding
Pada difteri nasal
perdarahan yang timbul
Harus dibedakan dengan
perdarahan akibat luka
dalam hidung,korpus
alienium atau sifilis
kongenital.
a. Tonsilitis folikularis
atau lakunaris
terutama bila
membran masih
berupa bintik-bintik
putih.anak harus
dianggap sebagai
penderita difteri bila
panas tidak terlalu
tinggi tetapi anak
tampak lemah dan
terdapat membran
putih kelabu dan
mudah berdarah bila
diangkat.tonsilitis
lakunaris biasanya
disertai panas yang
tinggi sedangkan anak
tampak tidak
terlampau
lemah,faring dan tonsil
tampak hiperimis
dengan membran
putih
kekuningan,rapuh dan
lembek,tidak mudah
berdarah dan hanya
terdapat pada tonsil
saja.
b. Angina plaut vincent
penyakit ini juga
membentuk membran
yang
rapuh,tebal,berbau
dan tidak mudah
berdarah.sediaan
langsung akan
menunjukkan kuman
fisiformis (gram
positif) dan spirila
(gram negatif).
c. Infeksi tenggorok
oleh mononukleosus
infeksiosa
terdapat kelainan
ulkus membranosa
yang btidak mudah
berdarah dan disertai
pembengkakan
kelenjar umum.khas
pada penyakit ini
terdapat peningkatan
monosit dalam darah
tepi.
d. Blood dyscrasia
(misal agranulositosis
dan
leukemia)
mungkin pula
ditemukan ulkus
membranusa pada
faring dan
tonsil.difteri laring
harus dibedakan
dengan laringitis
akuta,laringotrakeitis,
laringitis membranosa
(dengan membran
rapuh yang tidak
berdarah)atau benda
asing pada laring,yang
semuanyaakan
memberikan gejala
stridor inspirasi dan
sesak.
9 . Pengobatan
a. Pengobatan umum
terdiri dari perawatan
yang baik,mutlak ditempat
tidur,isolasi penderita dari
pengawasan yang ketat atas
kemungkinan timbulnya
komplikasi antara lain
pemeriksaan EKG setiap
minggu.
b. Pengobatan spesifik
1. Anti
diphtheria
serum(ADS)
diberikan
sebanyak
20.000 U/hari
selama 2 hari
berturut-turut
dengan
sebelumnya
dilakukan uji
kulit dan
mata.bila
ternyata
penderita peka
terhadap serum
tersebut,maka
harus dilakukan
desensitisasi
dengan cara
besredka.
2. Antibiotika.di
bagian ilmu
kesehatan anak
FKUI-RSCM
jakarta
diberikan
penisilin
prokain 50.000
U/kgbb/hari
sampai 3 hari
bebas
panas.pada
pederita yang
dilkukan
trakeaostomi,
ditambahkan
kloram fenikol
75 mg/kgbb/
hari,dibagi 4
dosis.
3. Kortikostiroid.
obat ini di
maksudkan
untuk mencegah
timbulnya
komplikasi
miokarditis
yang sangat
berbahaya.
dapat
diberikanpredni
son 2 mg/kgbb/
hari,selama 3
minggu yang
kemudian
dihentikan
secara
bertahap.
10. Komplikasi
1.Saluran
pernafasan
obstruksi
jalan nafas
dengan segala
akibatnya,bronk
opneumonia
atelektasis.
2.
Kardiovaskuler
miokarditis
akibat toksin
yang dibentuk
kuman penyakit
ini
3. Urogenital
dapat
terjadi nefritis
4. Susunan
saraf
kira-kira
10% penderita
difteri akan
mengalami
komplikasi yang
mengenai sistem
susunan saraf
terutama sistem
motorik.
11. Pencegahan
1. Isolasi
penderita penderita difteri
harus diisolasi dan baru dapat
dipulangkan setelah
pemeriksaan sediaan langsung
menunjukkan tidak terdapat
corynebacterium diphtheria 2
kali berturut-turut.
2. Imunisasi
imunisasi dasar di mulai
pada umur 3 bulan di lakukan
3 kali berturut-turut dengan
selang waktu 1 bulan.biasanya
di berikan bersama-sama
toksoid tetanus dan basil
B.pertusis yang telah di
matikan sehingga di sebut
tripel vaksin DTP dan
diberikan dengan dosis 0,5 ml
subcutan atau
intramuskular .vaksinasi ulang
dilakukan 1 tahun sesudah
suntikan terakhir dari
imunisasi dasar atau kira-kira
umur 1 ½ -2 tahun dan pada
umur 5 tahun.selanjutnya
setiap 5 tahun sampai dengan
usia 15 tahun hanya di
berikan vaksin difteri dan
tetanus (vaksin DT) atau
apabila ada kontak dengan
penderita difteri.
3. Pencarian dan kemudian
mengobati karier difteri .
dilkukan dengan uji
schick,yaitu bila hasil negatif
(mungkin penderita karier
atau pernah mendapat
imunisasi)mka harus
dilakukan hapusan
tenggorok.jika ternyata
ditemukan corynebacterium
diphtheria,penderita harus
diobati dan bila perlu
dilakukan tonsilektomi.
12. Prognosis
Nelson berpendapat
kematian penderita difteri
sebesar 3-5% dan sangat
bergantung pada:
1. Umur penderita,karena
makin muda umur anak
prognosis makin buruk.
2. Perjalanan
penyakit,karena makin lanjut
makin buruk proknosisnya.
3. Letak lesi difteri
4. Keadaan umum
penderita,misalnya
prognosisnya kurang baik
pada penderita gizi kurang
5. Pengobatan.makin
lambat pemberian
antitoksin,prognoasis akan
makin buruk.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Difteria adalah
suatu penyakit infeksi
mendadak yang
disebabkan oleh kuman
corynebacterium
diphtheria.mudah
menular dan yang serang
terutama traktus
respiratorius bagian atas
dengan tanda khas
terbentuknya
pseudomembran dan
dilepaskannyaeksotoksin
yang dapat
menimbulkan gejala
umum dan lokal.
Tanda dan gejalanya
adalah demam yang
tidak terlalau tinggi,
lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia, lemah,nyeri
telan,sesak napas,serak
hingga adanya stridor.
Saran:
untuk pembuatan
makalah ini saya
menyadari masih banyak
kekurangan saya
berharap bagi
pembacanya untuk
mengkritik guna untuk
menyempurnakan
makalah ini.terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
FKUI.1985. Ilmu
kesehatan
anak.Jakarta ; Bagian
Ilmu kesehatan anak
FKUI.
Dr.TH.rampengan,
DSAK dan
Dr,I.R.laurentz,DSA.
1993. penyakit infeksi
tropik pada
anak. jakarta:EGC.
A.aziz alimut
hidayat.2008.
pengantar ilmu
keperawatan
anak .jakarta:
salemba medika.
Doenges,marilynn
E dkk.1999. Rencana
asuhan
keperawatan .Jakarta;
EGC
Berham
dkk.2000. Ilmu
kesehatan anak
nelson
volume:2 .Jakarta;
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar