karakteristik siswa smp dan sma
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Menjadi guru bukanlah suatu hal yang mudah seperti
yang kita bayangkan, tetapi menjadi guru adalah suatu
hal yang sangat sulit. Menjadi guru berarti mempunyai
amanah yang sangat besar yang harus dipertanggung
jawabkan di hadapan manusia dan dihadapan Allah
SWT. Guru pasti menghadapi anak didik yang
mempunyai sifat psikis yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, baik dalam hal pikirannya,
kemauannya, perasaannya, latar belakang keluarganya
maupun jasmaninya.
Seorang guru harus dapat memahami perbedaan-
perbedaan itu dan harus mengenal karakteristik
peserta didik, seorang guru juga harus memiliki
kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar,
mempelajari anak didiknya, menggunakan prinsip-
prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara
mengajarnya sendiri.
Siswa di setiap sekolah terdiri datang dari berbagai
latar belakang. Siswa dalam satu kelas biasanya
memiliki umur yang tidak jauh berbeda, namun
mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Hal
tersebut dikarenakan mereka berasal dari lingkungan
yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga berada,
ada pula yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Ada yang pintar, ada pula yang kurang pandai. Sifat
mereka pun berlainan satu sama lain. Sehingga
didapatkan bahwa siswasiswa dalam satu kelas
memiliki latar belakang, sifat, dan karakter yang
berbeda, yang harus dipahami dan dimengerti oleh
setiap guru, sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
BAB II
KAJIAN TEORI
1. A. PENGERTIAN KARAKTER
Secara umum istilah “karakter” yang sering
disamakan dengan istilah “temperamen” ,”tabiat”,
“watak” atau “akhlak” yang memberinya sebuah
definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks
lingkungan. Secara harfiah menurut beberapa bahasa,
karakter memiliki berbagai arti seperti :
“kharacter” (latin) berarti instrument of marking,
“charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir),
“watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia)
berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah
laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut
pandang behavioral yang menekankan unsur
somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni
Kusuma (2007:80) istilah karakter dianggap sebagai
ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter
memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
2).Karakter juga bisa bermakna “huruf”.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian
Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa
karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang
ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat
diamati pada individu.
Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter
adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif
tetap.
Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,
watak. Berkarakter artinya mempunyai watak,
mempunyai kepribadian.
Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal
dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark”
yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu
seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau
rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek,
sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi
istilah karakter erat kaitannya dengan personality
(kepribadian) seseorang.
BAB III
PEMBAHASAN
1. A. Konsep Karakteristik siswa smp dan sma
Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep
diri mereka mengalami perkembangan yang sangat
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri
mereka. Santrock (1998) menyebutkan sejumlah
karakterisktik penting perkembangan konsep diri pada
masa remaja yaitu :
– Abstrak and idealistc . Pada masa remaja anak –
anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri
mereka dengan kata – kata yang abstrak dan
idealistik. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak
misalnya dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14
tahun mengenai dirinya. “saya seorang manusia. Saya
tidak dapat memutuskan sesuatu saya tidak tahu
siapa diri saya.” Sedangkan deskripsi idealistik dari
konsep diri remaja dapat dilihat dari pernyataan.
“saya orang yang sensitive, yang sangat peduli
terhadap perasaan orang lain. Saya rasa, saya cukup
cantik.” Meskipun tidak semua remaja
menggambarkan diri mereka dengan cara yang
idealis, namun sebagian besar remaja membedakan
antara diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang
diidamkannya.
– Differentiated . Konsep diri remaja bisa menjadi
semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan anak
yang lebih muda remaja lebih mungkin untuk
menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau
situasi yang semakin terdiferensiasi. Misalnya remaja
berusaha menggambarkan dirinya menggunakan
sejumlah karakteristik dalam hubungannya dengan
keluarganya, atau dalam hubungannya dengan teman
sebaya, dan bahkan dalam hubungan yang romantis
dengan lawan jenisnya. Singkatnya, dibandingkan
dengan anak-anak, remaja lebih mungkin memahami
bahwa dirinya memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda,
sesuai dengan peran atau konteks tertentu.
– Contracdictions within the self . Setelah remaja
mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran
dan dalam konteks yang berbeda beda, maka
munculah kontradiksi antara diri-diri yang
terdiferensiasi ini.
Dalam sebuah penelitian Susan Harter(1986) meminta
siswa kelas 7 sembilan dan sebelas untuk
mendeskripsikan diri mereka. Harter akhirnya
menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah yang
kontradiktif yang digunakan remaja dalam
mendeskripsikan dirinya(seperti jelek dan menarik,
mudah busan dan ingin tahu, peduli dan tak peduli,
tertutup dan suka bersenang-senang) meningkat
secara dramatis antar kelas tujuh dan kelas sembilan.
Gambaran diri yang kontradiktif ini berkurang
jumlahnya pada siswa kelas 11, namun masih lebih
tinggi bila dibandingkan dengan siswa kelas 7.
– The fluciating self. Sifat yang kontradiktif dalam
diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri
dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak
mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat
fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora.
Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan
hingga masa dimana remaja berhasil membentuk teori
mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak
terjadi hingga masa remaja akhir, bahkan hingga
masa dewasa awal.
– Real and ideal true dan false selves. Munculnya
kemampuan remaja untuk mengkontruksikan diri ideal
mereka disamping diri yang sebenarnya, merupakan
sesuatu yang membingungkan bagi remaja tersebut.
Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan
anatra diri yng nyata dengan diri yang ideal
menunjukan adanya peningkatan kemampuan
kognigtif mereka. Tetapi, carl rogers yakin bahwa
adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang
nyata dengan diri ideal menunjukan ketidak mampuan
remaja untuk menyesuaikan diri. Penelitian yang
dilakukan strachen dan jones (1982) menunjukan
bahwa pada pertenrgahan masa remaja terjadi
dikrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata
dengan diri ideal dibandingkan dengan pada awal dan
akhir masa remaja.
Remaja cenderung menunjukkan diri
yang palsu ketika berada di lingkungan teman-teman
dikelasnya. Namun ketika berada bersama teman
dekatnya remaja menunjukkan yang asli. Diri yang
palsu ditunjukkan oleh remaja untuk orang lain
mengaguminya, untuk mencoba perilaku atau peran
baru yang disebabkan adanya pemaksaan dari orang
lain untuk berprilaku palsu, karena orang lain tersebut
tidak memahami diri remaja yang sebenarnya.
– Social comparison. Sejumlah ahli perkembangan
percaya bahwa, dibandingkan dengan anak-anak,
remaja lebih sering menggunakan perbandingan sosial
untuk mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun
kesediaan remaja untuk mengakui bahwa mereka
menggunakan perbandingan social untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri cenderung menurun
pada masa remaja, karena menurut mereka
perbandingan sosial itu tidaklah diinginkan. Menurut
remaja, terungkapnya motif perbandingan sosial
mereka akan membahayakan popularitas mereka.
– Self-conscious . Karakter lain dari konsep diri
remaja adalah bahwa remaja lebih sadar akan dirinya
dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan
tentang pemahaman diri mereka. Remaja menjadi
lebih introspektif, yang mana hal ini merupakan
bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari
eksplorasi diri. Namun introspeksi tidak selalu terjadi
ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial.
Remaja kadang-kadang meminta dukungan dan
penjelasan dari teman temannya memperoleh opini
teman-temannya mengenai definisi diri yang baru
muncul.
– Self-protective . Mekanisme untuk
mempertahankan diri merupakan salah satu aspek
dari konsep diri remaja dalam upaya elindungi dirinya,
remaja cenderung menolak adanya karakteristik
negatif dalam diri mereka. Gambaran diri yang positif
seperti menarik, suka bersenang senang dan ingin
tahu, lebih sering disebutkan sebagai bagian inti dari
diri remaja yang penting. Sedangkan gambaran diri
yang negatif seperti jelek, egois dan gugup lebih
disebutkan sebagai bagian pinggir.
– Unconscious. Konsep diri remaja melibatkan
adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak
disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti
komponen yang disadari. Pengenalan seperti ini tidak
muncul masa remaja akhir. Artinya, remaja yang lebih
tua lebih yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari
pengalaman mental diri mereka yang berada diluar
kesadaran atau kontrol mereka dibandingkan dengan
remaja yang lebih mudah.
– Self-integraion. Terutama pada masa remaja
akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana
bagian yang berbeda beda dari diri secara sistematik
menjadi satu kesatuan. Remaja yang lebih tua, lebih
mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam
gambaran diri mereka pada masa sebelumnya ketika
ia berusaha untuk mengkontruksikan teori meneganai
diri secara umum, atau suatu pemikiran yang
terintegrasi dari identitas. Ketika remaja menghadapi
tekanan untuk membagi bagi diri menjadi sejumlah
peran, munculah pemikiran formal operasional yang
mendorong proses integrasi dan perkembangan dari
suatu teori diri yang konsisten dan koheren.
1. B. Gambaran umum tentang aspek – aspek
perkembangan peserta didik
Perkembangan aspek fisik
Perkembangan fisik atau yang disebut
juga pertumbuhan biologis meliputi perubahan –
perubahan dalam tubuh dan perubahan – perubahan
dalam cara – cara individu dalam menggunakan
tubuhnya serta perubahan dalam kemapuan fisik.
Perkembangan aspek kongnitif
Perkembangan kongnitif adalah salah satu
aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengertian, yaitu semua proses psikologi yang
berkaitan dengan bagaimna individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya. Perkembangan kongnitif
ini meliputi perubahan pada aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pemikiran, ingatan,
keterampilan berbahasa, dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh
pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses
psikologi yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya.
Perkembangan aspek psikososial
Perkembangan psikososial adalah proses perubahan
kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Dalam
proses perkembangan ini peserta didik diharapkan
mengerti orang lain, yang berarti mampu
menggambarkan ciri – cirinya, mengenali apa yang
dipikirkan, dirasakan dan diinginkan serta dapat
menempatkan diri pada sudut pandang orang lain,
tanpa kehilangan dirinya sendiri, meliputi perubahan
pada relasi individu dengan orang lain, perubahan
pada emosi dan perubahan kepribadian.
1. C. Karekteristik umun perkembangan peserta
didik
Karakteristik anak usia sekolah menengah (Smp)
Dilihat dari taapan perkembangan yang
disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah
menengah (smp) berada pada tahpan perkembangan
pubertas ( 10 -14 tahun ).terdapat sejumlah
karakteristik yang menonjol pada usia smp ini, yaitu :
1. Terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan
berat badan.
2. Mulai timbulnya ciri – ciri seks sekunder
3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan
untuk bebas dari dominasi dengan keinginan
bergaul, serta keinginan untuk bebas dari
dominasi kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
orang tua
4. Senang membandingkan kaedah – kaedah, nilai
– nilai etika atau norma dengan kenyataan yang
terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
5. Mulai mempertanyakan secara skeptis
mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan tuhan
6. Reaksi dan ekspesi emosi masih labil.
7. Mulai mengembangkan standar dan harapan
terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai
dengan dunia sosial
8. Kecenderungan minat dan pilihan karer relatif
sudah lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah
menengah yang demikian, maka guru diharapkan
untuk :
1. Menerapkan model pembelajaran yang
memisahkan siswa pria dan wanita ketika
membahas topik – topik yang berkenaan dengan
anatomi dan fisiologi
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan
– kegiatan yang positif.
3. Menerapkana pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan perbedaan individu atau
kelompok kecil.
4. Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan
masyarakat untuk mengembangkan potensi
siswa
5. Tampil mejadi teladan yang baik bagi siswa
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar bertanggung jawab
Karakteristik anak usia remaja (Smp/ Sma)
Masa remaja (12 – 21 tahun ) merupakan
masa peralhan anata masa kehidupan anak – anak
dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja
sering dikenal dengan masa pencarian jati diri. Masa
remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting,
yaitu :
1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman
sebaya
2. Dapat menerima dan belajar peran sosial
sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat.
3. Menerima keadaan fisik dan mampu
menggunakan secara efektif
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya.
5. Memilih dan mempersiapakn karier di masa
depan sesuai dengan minat dan kemampuan
6. Mengembangkan sikap positif terhapdap
pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki
anak.
7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan
konsep – konsep yang diperlukan sebagai warga
negara.
8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab
secara sosial
9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika
sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10. Mengembangkan wawasan keagamaan dan
meningkatkan religiusitas.
Berbagai karakteristik perkembangan masa
remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan
pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal
ini dapat dilakukan guru, di antaranya :
1. Memeberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang kesehatan reproduksi, bahaya
penyimpangan seksual dan penyalahgunaan
narkotika.
2. Membantu siswa mengembangkan sikap
apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi
dirinya.
3. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan
siswa mengembangkan keterampilan yang
sesuai dengan minat dan bakatknya, seperti
saran olahraga, kesenian dan sebagainya.
4. Melatih siswa untuk mengembangkan resiliensi,
kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan
penuh godaan
5. Menerapkan model pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk berfikir kritis,
refleksi, dan positif.
6. Memberikan pelatihan untuk mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah dan
mengambil keputusan
7. Membantu siswa mnegmbangkan etos kerja
yang tinggi dan sikap wiraswasta
8. Memupuk semanga keberagamaan siswa melalui
pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa,
dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan
problem yang dihadapinya.
1. D. Karakteristik hubungan remaja dengan
teman sebaya
Perkembangan kehidupan sosial remaja
juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh
teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau
bergaul dengan teman – teman sebaya mereka.
Studi – studi kontemporer tentang remaja,
juga menunjukkan bahwa hubungan yang positif
dengan teman sebaya diasosiasikan dengan
penyesuaian sosial yang positif (santrock, 1998 ).
Hartup (1982) misalnay mencatat bahwa pengaruh
teman sebaya yang harmonis selama masa remaja,
dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif
pada usia setengah baya (Hightower; 1990). Secara
lebih rinci, kelly dan hasnen (1987) menyebutkan 6
fungsi positif dari teman sebaya, yaitu :
1. Mengontrol impuls – impuls agresif. Melalui
interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar
bagaimana memecahkan pertengahan –
pertengahan dengan cara – cara yang lain selain
dengan tindakan agresi langsung.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial
serta menjadi lebih independen. Teman – teman
dan kelompok teman sebaya memeberikan
dorongan bagi remaja untuk mengambil peran
dan tenggung jawab baru mereka. Dorongan
yang diperoleh remaja dari teman – teman
sebaya mereka ini akan menyebabkan
berkurangnya ketergantungan remaja pada
dorongan keluarga mereka.
3. Meningkatkan keterampilan – keterampilan
sosial, mengembangkan kemampuan penalaran,
dan belajar untuk mengekspresikan perasaan –
perasaan dengan cara – cara yang lebih
matang. Melalui percakapan dan perdebatan
dengan teman sebaya, remaja belajar
mengekspresikan ide – ide dan perasaan –
perasaan serta mengembangkan kemampuan
mereka memecahkan masalah.
4. Mengembangkan sikap – sikap seksual dan
tingkah laku peran jenis kelamin terutama
dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya.
Remeja belajar mengenai tingkah laku dan sikap
– sikap yang mereka asosiasikam dengan
menjadi laki – laki dan perempuan muda
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai – nilai.
Umunya orang dewasa menhajarkan kepada
anak – anak mereka tentang apa yang benar dan
apa yangb salah. Dalam kelompok teman
sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan
atas diri mereka sendiri. Remaja mencoba
mengambil keputusan atas diri mereka sendiri.
Remaja mngevaluasi nilai – nilai yang
dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman
sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
Proses mengavaluasi ini dapat membantu
remaja mengembangkan kemampuan penalaran
moral
6. Meningkatkan harga diri. Menjadi orang yang
disukai oleh sejumlah besar teman – teman
sebayanya membuat remaja merasa enak atau
senang tentang dirinya.
Sejumlah ahli teori lain menekankan
pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak – anak dan remaja. Bagi
sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman
sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian
atau permusuhan. Disamping itu, penolakan oleh
teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental
dan problem kejahatan. Sejumlah ahli teori juga telah
menjelaskan budaya teman sebaya remaja merupakan
suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai – nilai dan
kontrol orang tua. Lebih dari itu, teman sebaya dapat
memperkenalkan remaja pada alkohol, obat – obatan
(narkoba), kenakan]lan, dan berbagai bentuk perilaku
yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif
(santrock, 1998)
Meskipun selama masa remaja kelompok
teman sebaya memberikan pengaruh yang besar,
namun orangtua tetap memainkan peranan yang
penting dalam kehidupan remaja. Hal ini adalah
karena antara hubungan dengan oang tua dan
hubungan dengan teman sebaya memberikan
pemenuhan akan kebutuhan – kebutuhan yang
berbeda dalam perkembangan remaja ( Savin –
William & Berndt, 1990). Dalam hal kemajuan sekolah
dan rencana karir misalnya, remaja sering bercerita
dengan orangtuanya. Orangtua menjadi sumber pentig
yang mengarahkan dan menyetujui dalam
pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa
depan. Sedangkan dengan teman sebaya, remaja
belajar tentang hubungan – hubungan sosial di luar
keluarga. Mereka berbicata tentang pengalaman –
pengalaman dan minat – minat yang lebih bersifat
pribadi, seperti masalah pacaran dan pandangan –
pandangan tentang seksualitas. Dalam masalah –
masalah yang menjadi minat pribadinya ini umumnya
remaja merasa lebih enak berbicara dengan teman –
teman sebayanya, mereka percaya bahwa teman
sebaya akan memahani perasaan – perasaan mereka
dengan lebih baik dibandingkan dengan orang – orang
dewasa.
BAB IV
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep
diri mereka mengalami perkembangan yang sangat
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri
mereka.
Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa
aspek, yaitu dari Pertumbuhan fisik, perkembangan
seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-
luap, perkembangan sosial, perkembangan moral dan
perkembangan kepribadian.
Dalam hal ini peran orang tua sangatlah
penting dalam kehidupan remaja karena antara
hubungan dengan oang tua memberikan pemenuhan
akan kebutuhan – kebutuhan yang berbeda dalam
perkembangan remaja. Orangtua menjadi sumber
pentig yang mengarahkan dan menyetujui dalam
pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa
depan.
Guru sebagai orang tua kedua bagi siswa di
sekolah juga mempunyai peranan yang sama penting
dengan orang tua, dalam masa perkembangan remaja
guru harus memberikan arahan – arahan tentang apa
yang terjadi dalam diri remaja, guru pun harus
memberikan contoh yang baik karna dalam masa
perkembangannya, siswa cenderung meniru apa yang
mereka lihat sehari – hari.
DAFTAR PUSTAKA
Destami. Psikologi Perkembangan Peserta Didik .
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. 2010
Abu Ahmadi dan Munawar sholeh. Psikologi
perkembangan. PT. Rineka
Cipta. 2005
Anto Moeliono, M. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia .Departemen
Pendididkan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Menjadi guru bukanlah suatu hal yang mudah seperti
yang kita bayangkan, tetapi menjadi guru adalah suatu
hal yang sangat sulit. Menjadi guru berarti mempunyai
amanah yang sangat besar yang harus dipertanggung
jawabkan di hadapan manusia dan dihadapan Allah
SWT. Guru pasti menghadapi anak didik yang
mempunyai sifat psikis yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, baik dalam hal pikirannya,
kemauannya, perasaannya, latar belakang keluarganya
maupun jasmaninya.
Seorang guru harus dapat memahami perbedaan-
perbedaan itu dan harus mengenal karakteristik
peserta didik, seorang guru juga harus memiliki
kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar,
mempelajari anak didiknya, menggunakan prinsip-
prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara
mengajarnya sendiri.
Siswa di setiap sekolah terdiri datang dari berbagai
latar belakang. Siswa dalam satu kelas biasanya
memiliki umur yang tidak jauh berbeda, namun
mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Hal
tersebut dikarenakan mereka berasal dari lingkungan
yang berbeda. Ada yang berasal dari keluarga berada,
ada pula yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Ada yang pintar, ada pula yang kurang pandai. Sifat
mereka pun berlainan satu sama lain. Sehingga
didapatkan bahwa siswasiswa dalam satu kelas
memiliki latar belakang, sifat, dan karakter yang
berbeda, yang harus dipahami dan dimengerti oleh
setiap guru, sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
BAB II
KAJIAN TEORI
1. A. PENGERTIAN KARAKTER
Secara umum istilah “karakter” yang sering
disamakan dengan istilah “temperamen” ,”tabiat”,
“watak” atau “akhlak” yang memberinya sebuah
definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks
lingkungan. Secara harfiah menurut beberapa bahasa,
karakter memiliki berbagai arti seperti :
“kharacter” (latin) berarti instrument of marking,
“charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir),
“watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia)
berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah
laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut
pandang behavioral yang menekankan unsur
somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, Sehingga Doni
Kusuma (2007:80) istilah karakter dianggap sebagai
ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter
memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
2).Karakter juga bisa bermakna “huruf”.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian
Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa
karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang
ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat
diamati pada individu.
Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter
adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif
tetap.
Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,
watak. Berkarakter artinya mempunyai watak,
mempunyai kepribadian.
Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal
dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark”
yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu
seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau
rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek,
sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi
istilah karakter erat kaitannya dengan personality
(kepribadian) seseorang.
BAB III
PEMBAHASAN
1. A. Konsep Karakteristik siswa smp dan sma
Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep
diri mereka mengalami perkembangan yang sangat
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri
mereka. Santrock (1998) menyebutkan sejumlah
karakterisktik penting perkembangan konsep diri pada
masa remaja yaitu :
– Abstrak and idealistc . Pada masa remaja anak –
anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri
mereka dengan kata – kata yang abstrak dan
idealistik. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak
misalnya dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14
tahun mengenai dirinya. “saya seorang manusia. Saya
tidak dapat memutuskan sesuatu saya tidak tahu
siapa diri saya.” Sedangkan deskripsi idealistik dari
konsep diri remaja dapat dilihat dari pernyataan.
“saya orang yang sensitive, yang sangat peduli
terhadap perasaan orang lain. Saya rasa, saya cukup
cantik.” Meskipun tidak semua remaja
menggambarkan diri mereka dengan cara yang
idealis, namun sebagian besar remaja membedakan
antara diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang
diidamkannya.
– Differentiated . Konsep diri remaja bisa menjadi
semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan anak
yang lebih muda remaja lebih mungkin untuk
menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau
situasi yang semakin terdiferensiasi. Misalnya remaja
berusaha menggambarkan dirinya menggunakan
sejumlah karakteristik dalam hubungannya dengan
keluarganya, atau dalam hubungannya dengan teman
sebaya, dan bahkan dalam hubungan yang romantis
dengan lawan jenisnya. Singkatnya, dibandingkan
dengan anak-anak, remaja lebih mungkin memahami
bahwa dirinya memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda,
sesuai dengan peran atau konteks tertentu.
– Contracdictions within the self . Setelah remaja
mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran
dan dalam konteks yang berbeda beda, maka
munculah kontradiksi antara diri-diri yang
terdiferensiasi ini.
Dalam sebuah penelitian Susan Harter(1986) meminta
siswa kelas 7 sembilan dan sebelas untuk
mendeskripsikan diri mereka. Harter akhirnya
menemukan bahwa terdapat sejumlah istilah yang
kontradiktif yang digunakan remaja dalam
mendeskripsikan dirinya(seperti jelek dan menarik,
mudah busan dan ingin tahu, peduli dan tak peduli,
tertutup dan suka bersenang-senang) meningkat
secara dramatis antar kelas tujuh dan kelas sembilan.
Gambaran diri yang kontradiktif ini berkurang
jumlahnya pada siswa kelas 11, namun masih lebih
tinggi bila dibandingkan dengan siswa kelas 7.
– The fluciating self. Sifat yang kontradiktif dalam
diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri
dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak
mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat
fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora.
Diri remaja akan terus memiliki ciri ketidakstabilan
hingga masa dimana remaja berhasil membentuk teori
mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak
terjadi hingga masa remaja akhir, bahkan hingga
masa dewasa awal.
– Real and ideal true dan false selves. Munculnya
kemampuan remaja untuk mengkontruksikan diri ideal
mereka disamping diri yang sebenarnya, merupakan
sesuatu yang membingungkan bagi remaja tersebut.
Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan
anatra diri yng nyata dengan diri yang ideal
menunjukan adanya peningkatan kemampuan
kognigtif mereka. Tetapi, carl rogers yakin bahwa
adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang
nyata dengan diri ideal menunjukan ketidak mampuan
remaja untuk menyesuaikan diri. Penelitian yang
dilakukan strachen dan jones (1982) menunjukan
bahwa pada pertenrgahan masa remaja terjadi
dikrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata
dengan diri ideal dibandingkan dengan pada awal dan
akhir masa remaja.
Remaja cenderung menunjukkan diri
yang palsu ketika berada di lingkungan teman-teman
dikelasnya. Namun ketika berada bersama teman
dekatnya remaja menunjukkan yang asli. Diri yang
palsu ditunjukkan oleh remaja untuk orang lain
mengaguminya, untuk mencoba perilaku atau peran
baru yang disebabkan adanya pemaksaan dari orang
lain untuk berprilaku palsu, karena orang lain tersebut
tidak memahami diri remaja yang sebenarnya.
– Social comparison. Sejumlah ahli perkembangan
percaya bahwa, dibandingkan dengan anak-anak,
remaja lebih sering menggunakan perbandingan sosial
untuk mengevaluasi diri mereka sendiri. Namun
kesediaan remaja untuk mengakui bahwa mereka
menggunakan perbandingan social untuk
mengevaluasi diri mereka sendiri cenderung menurun
pada masa remaja, karena menurut mereka
perbandingan sosial itu tidaklah diinginkan. Menurut
remaja, terungkapnya motif perbandingan sosial
mereka akan membahayakan popularitas mereka.
– Self-conscious . Karakter lain dari konsep diri
remaja adalah bahwa remaja lebih sadar akan dirinya
dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan
tentang pemahaman diri mereka. Remaja menjadi
lebih introspektif, yang mana hal ini merupakan
bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari
eksplorasi diri. Namun introspeksi tidak selalu terjadi
ketika remaja berada dalam keadaan isolasi sosial.
Remaja kadang-kadang meminta dukungan dan
penjelasan dari teman temannya memperoleh opini
teman-temannya mengenai definisi diri yang baru
muncul.
– Self-protective . Mekanisme untuk
mempertahankan diri merupakan salah satu aspek
dari konsep diri remaja dalam upaya elindungi dirinya,
remaja cenderung menolak adanya karakteristik
negatif dalam diri mereka. Gambaran diri yang positif
seperti menarik, suka bersenang senang dan ingin
tahu, lebih sering disebutkan sebagai bagian inti dari
diri remaja yang penting. Sedangkan gambaran diri
yang negatif seperti jelek, egois dan gugup lebih
disebutkan sebagai bagian pinggir.
– Unconscious. Konsep diri remaja melibatkan
adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak
disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti
komponen yang disadari. Pengenalan seperti ini tidak
muncul masa remaja akhir. Artinya, remaja yang lebih
tua lebih yakin akan adanya aspek-aspek tertentu dari
pengalaman mental diri mereka yang berada diluar
kesadaran atau kontrol mereka dibandingkan dengan
remaja yang lebih mudah.
– Self-integraion. Terutama pada masa remaja
akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana
bagian yang berbeda beda dari diri secara sistematik
menjadi satu kesatuan. Remaja yang lebih tua, lebih
mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan dalam
gambaran diri mereka pada masa sebelumnya ketika
ia berusaha untuk mengkontruksikan teori meneganai
diri secara umum, atau suatu pemikiran yang
terintegrasi dari identitas. Ketika remaja menghadapi
tekanan untuk membagi bagi diri menjadi sejumlah
peran, munculah pemikiran formal operasional yang
mendorong proses integrasi dan perkembangan dari
suatu teori diri yang konsisten dan koheren.
1. B. Gambaran umum tentang aspek – aspek
perkembangan peserta didik
Perkembangan aspek fisik
Perkembangan fisik atau yang disebut
juga pertumbuhan biologis meliputi perubahan –
perubahan dalam tubuh dan perubahan – perubahan
dalam cara – cara individu dalam menggunakan
tubuhnya serta perubahan dalam kemapuan fisik.
Perkembangan aspek kongnitif
Perkembangan kongnitif adalah salah satu
aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengertian, yaitu semua proses psikologi yang
berkaitan dengan bagaimna individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya. Perkembangan kongnitif
ini meliputi perubahan pada aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pemikiran, ingatan,
keterampilan berbahasa, dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh
pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses
psikologi yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya.
Perkembangan aspek psikososial
Perkembangan psikososial adalah proses perubahan
kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Dalam
proses perkembangan ini peserta didik diharapkan
mengerti orang lain, yang berarti mampu
menggambarkan ciri – cirinya, mengenali apa yang
dipikirkan, dirasakan dan diinginkan serta dapat
menempatkan diri pada sudut pandang orang lain,
tanpa kehilangan dirinya sendiri, meliputi perubahan
pada relasi individu dengan orang lain, perubahan
pada emosi dan perubahan kepribadian.
1. C. Karekteristik umun perkembangan peserta
didik
Karakteristik anak usia sekolah menengah (Smp)
Dilihat dari taapan perkembangan yang
disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah
menengah (smp) berada pada tahpan perkembangan
pubertas ( 10 -14 tahun ).terdapat sejumlah
karakteristik yang menonjol pada usia smp ini, yaitu :
1. Terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan
berat badan.
2. Mulai timbulnya ciri – ciri seks sekunder
3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan
untuk bebas dari dominasi dengan keinginan
bergaul, serta keinginan untuk bebas dari
dominasi kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
orang tua
4. Senang membandingkan kaedah – kaedah, nilai
– nilai etika atau norma dengan kenyataan yang
terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
5. Mulai mempertanyakan secara skeptis
mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan tuhan
6. Reaksi dan ekspesi emosi masih labil.
7. Mulai mengembangkan standar dan harapan
terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai
dengan dunia sosial
8. Kecenderungan minat dan pilihan karer relatif
sudah lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah
menengah yang demikian, maka guru diharapkan
untuk :
1. Menerapkan model pembelajaran yang
memisahkan siswa pria dan wanita ketika
membahas topik – topik yang berkenaan dengan
anatomi dan fisiologi
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan
– kegiatan yang positif.
3. Menerapkana pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan perbedaan individu atau
kelompok kecil.
4. Meningkatkan kerja sama dengan orang tua dan
masyarakat untuk mengembangkan potensi
siswa
5. Tampil mejadi teladan yang baik bagi siswa
6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar bertanggung jawab
Karakteristik anak usia remaja (Smp/ Sma)
Masa remaja (12 – 21 tahun ) merupakan
masa peralhan anata masa kehidupan anak – anak
dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja
sering dikenal dengan masa pencarian jati diri. Masa
remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting,
yaitu :
1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman
sebaya
2. Dapat menerima dan belajar peran sosial
sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat.
3. Menerima keadaan fisik dan mampu
menggunakan secara efektif
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya.
5. Memilih dan mempersiapakn karier di masa
depan sesuai dengan minat dan kemampuan
6. Mengembangkan sikap positif terhapdap
pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki
anak.
7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan
konsep – konsep yang diperlukan sebagai warga
negara.
8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab
secara sosial
9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika
sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10. Mengembangkan wawasan keagamaan dan
meningkatkan religiusitas.
Berbagai karakteristik perkembangan masa
remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan
pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal
ini dapat dilakukan guru, di antaranya :
1. Memeberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang kesehatan reproduksi, bahaya
penyimpangan seksual dan penyalahgunaan
narkotika.
2. Membantu siswa mengembangkan sikap
apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi
dirinya.
3. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan
siswa mengembangkan keterampilan yang
sesuai dengan minat dan bakatknya, seperti
saran olahraga, kesenian dan sebagainya.
4. Melatih siswa untuk mengembangkan resiliensi,
kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan
penuh godaan
5. Menerapkan model pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk berfikir kritis,
refleksi, dan positif.
6. Memberikan pelatihan untuk mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah dan
mengambil keputusan
7. Membantu siswa mnegmbangkan etos kerja
yang tinggi dan sikap wiraswasta
8. Memupuk semanga keberagamaan siswa melalui
pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran.
9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa,
dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan
problem yang dihadapinya.
1. D. Karakteristik hubungan remaja dengan
teman sebaya
Perkembangan kehidupan sosial remaja
juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh
teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau
bergaul dengan teman – teman sebaya mereka.
Studi – studi kontemporer tentang remaja,
juga menunjukkan bahwa hubungan yang positif
dengan teman sebaya diasosiasikan dengan
penyesuaian sosial yang positif (santrock, 1998 ).
Hartup (1982) misalnay mencatat bahwa pengaruh
teman sebaya yang harmonis selama masa remaja,
dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif
pada usia setengah baya (Hightower; 1990). Secara
lebih rinci, kelly dan hasnen (1987) menyebutkan 6
fungsi positif dari teman sebaya, yaitu :
1. Mengontrol impuls – impuls agresif. Melalui
interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar
bagaimana memecahkan pertengahan –
pertengahan dengan cara – cara yang lain selain
dengan tindakan agresi langsung.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial
serta menjadi lebih independen. Teman – teman
dan kelompok teman sebaya memeberikan
dorongan bagi remaja untuk mengambil peran
dan tenggung jawab baru mereka. Dorongan
yang diperoleh remaja dari teman – teman
sebaya mereka ini akan menyebabkan
berkurangnya ketergantungan remaja pada
dorongan keluarga mereka.
3. Meningkatkan keterampilan – keterampilan
sosial, mengembangkan kemampuan penalaran,
dan belajar untuk mengekspresikan perasaan –
perasaan dengan cara – cara yang lebih
matang. Melalui percakapan dan perdebatan
dengan teman sebaya, remaja belajar
mengekspresikan ide – ide dan perasaan –
perasaan serta mengembangkan kemampuan
mereka memecahkan masalah.
4. Mengembangkan sikap – sikap seksual dan
tingkah laku peran jenis kelamin terutama
dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya.
Remeja belajar mengenai tingkah laku dan sikap
– sikap yang mereka asosiasikam dengan
menjadi laki – laki dan perempuan muda
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai – nilai.
Umunya orang dewasa menhajarkan kepada
anak – anak mereka tentang apa yang benar dan
apa yangb salah. Dalam kelompok teman
sebaya, remaja mencoba mengambil keputusan
atas diri mereka sendiri. Remaja mencoba
mengambil keputusan atas diri mereka sendiri.
Remaja mngevaluasi nilai – nilai yang
dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman
sebayanya, serta memutuskan mana yang benar.
Proses mengavaluasi ini dapat membantu
remaja mengembangkan kemampuan penalaran
moral
6. Meningkatkan harga diri. Menjadi orang yang
disukai oleh sejumlah besar teman – teman
sebayanya membuat remaja merasa enak atau
senang tentang dirinya.
Sejumlah ahli teori lain menekankan
pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak – anak dan remaja. Bagi
sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman
sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian
atau permusuhan. Disamping itu, penolakan oleh
teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental
dan problem kejahatan. Sejumlah ahli teori juga telah
menjelaskan budaya teman sebaya remaja merupakan
suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai – nilai dan
kontrol orang tua. Lebih dari itu, teman sebaya dapat
memperkenalkan remaja pada alkohol, obat – obatan
(narkoba), kenakan]lan, dan berbagai bentuk perilaku
yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif
(santrock, 1998)
Meskipun selama masa remaja kelompok
teman sebaya memberikan pengaruh yang besar,
namun orangtua tetap memainkan peranan yang
penting dalam kehidupan remaja. Hal ini adalah
karena antara hubungan dengan oang tua dan
hubungan dengan teman sebaya memberikan
pemenuhan akan kebutuhan – kebutuhan yang
berbeda dalam perkembangan remaja ( Savin –
William & Berndt, 1990). Dalam hal kemajuan sekolah
dan rencana karir misalnya, remaja sering bercerita
dengan orangtuanya. Orangtua menjadi sumber pentig
yang mengarahkan dan menyetujui dalam
pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa
depan. Sedangkan dengan teman sebaya, remaja
belajar tentang hubungan – hubungan sosial di luar
keluarga. Mereka berbicata tentang pengalaman –
pengalaman dan minat – minat yang lebih bersifat
pribadi, seperti masalah pacaran dan pandangan –
pandangan tentang seksualitas. Dalam masalah –
masalah yang menjadi minat pribadinya ini umumnya
remaja merasa lebih enak berbicara dengan teman –
teman sebayanya, mereka percaya bahwa teman
sebaya akan memahani perasaan – perasaan mereka
dengan lebih baik dibandingkan dengan orang – orang
dewasa.
BAB IV
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Ketika anak – anak memasuki masa remaja konsep
diri mereka mengalami perkembangan yang sangat
kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri
mereka.
Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa
aspek, yaitu dari Pertumbuhan fisik, perkembangan
seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-
luap, perkembangan sosial, perkembangan moral dan
perkembangan kepribadian.
Dalam hal ini peran orang tua sangatlah
penting dalam kehidupan remaja karena antara
hubungan dengan oang tua memberikan pemenuhan
akan kebutuhan – kebutuhan yang berbeda dalam
perkembangan remaja. Orangtua menjadi sumber
pentig yang mengarahkan dan menyetujui dalam
pembentukan tata nilai dan tujuan – tujuan masa
depan.
Guru sebagai orang tua kedua bagi siswa di
sekolah juga mempunyai peranan yang sama penting
dengan orang tua, dalam masa perkembangan remaja
guru harus memberikan arahan – arahan tentang apa
yang terjadi dalam diri remaja, guru pun harus
memberikan contoh yang baik karna dalam masa
perkembangannya, siswa cenderung meniru apa yang
mereka lihat sehari – hari.
DAFTAR PUSTAKA
Destami. Psikologi Perkembangan Peserta Didik .
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya. 2010
Abu Ahmadi dan Munawar sholeh. Psikologi
perkembangan. PT. Rineka
Cipta. 2005
Anto Moeliono, M. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia .Departemen
Pendididkan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar